Rabu, 02 Desember 2015

Masihkah koperasi di Indonesia menjadi Soko Guru Kegiatan Ekonomi

Mengapa koperasi di Indonesia tidak lagi menjadi soko guru kegiatan ekonomi???
Sejak awal kelahirannya Koperasi diharapkan menjadi soko guru perekonomian Indonesia. Pola pengorganisasian dan pengelolaannya yang melibatkan partisipasi setiap anggota dan pembagian hasil usaha yang cukup adil menjadikan koperasi sebagai harapan perngembangan perekonomian Indonesia.

Koperasi Indonesia sebenarnya merupakan salah satu badan usaha yang ada dalam perekonomian Indonesia. Keberadaannya diharapakan dapat banyak berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dana kemakmuran rakyat. Namun di era reformasi ini keberadaannya banyak dipertanyakan, bahkan seringkali ada yang mengatakan sudah tidak terlalu terdengar lagi dan apakah masih sesuai sebagai salah satu badan usaha yang berciri demokrasi dan dimiliki oleh orang per orang dalam satu kumpulan, bukannya jumlah modal yang disetor seperti badan usaha lainnya. Padahal Koperasi menjadi soko guru (kekuatan) perekonomian Indonesia. Maksud dari koperasi merupakan soko guru (kekuatan) dalam perekonomian Indonesia adalah Dengan adanya koperasi akan memperkuat perekonomian di Indonesia, karena pada dasarnya Koperasi itu "oleh kita untuk kita".

Atas dasar itu seharusnya Koperasi dibangun, karena koperasi merupakan wadah yang paling tepat untuk menghimpun kekuatan ekonomi rakyat. Yaitu mereka yang terdiri oleh orang orang kecil (kurang mampu) dan lemah. Yang jika bergabung bersama akan menjadi kekuatan besar. Itulah makna Koperasi merupakan Soko gurunya dalam perekonomian indonesia.

Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dikatakan bahwa Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Nampaknya para penyusun UU No. 22 Tahun 1992 itu (Presiden dan DPR) sudah lupa bahwa para founding father kita (Bung Hatta) bercita-cita untuk menjadikan Koperasi sebagai sokoguru perekonomian Indonesia. Koperasi  dianggap sebagai badan usaha yang terlalu banyak merepoti pemerintah. Karena banyak kredit program yang diterima Koperasi (utamanya KUD) raib diselewengkan pengelolanya.
Namun kenyataan di lapangan, berbicara lain. Saat Indonesia mengalami krisis berkepanjangan, justru eksistensi Koperasi nampak nyata. Saat hampir semua bank-bank besar macam BCA, Bank Lippo (bank swasta) , maupun bank pemerintah: Bank Bumi Daya, Bank Bapindo dan Bank Dagang Negara (yang kemudian ketiga bank terakhir dilebur menjadi Bank Mandiri) dan banyak bank lain pada colaps, Koperasi masih bisa menjadi tumpuan anggota dan masyarakatnya dalam hal melayani keperluan modal.

Tak bisa dibayangkan, manakala saat itu, selain bank, Koperasi juga ikut colaps, pasti akan semakin banyak jumlah angkatan kerja yang mengalami PHK.

Meskipun demikian, sampai sekarang, di mata perbankan, posisi tawar Koperasi masih dipandang sebelah mata. Untuk bisa memperoleh kredit, di banyak bank, perlu Koperasi melengkapi banyak persyaratan yang sering merepotkan. Memang banyak Koperasi yang nakal. Tapi masih lebih banyak Koperasi yang baik.

Koperasi dan koperasi, dalam praktek, ada bedanya. Koperasi (yang sejati) dibentuk dari, oleh dan untuk memenuhi kebutuhan anggota. Sementara koperasi dibentuk seorang seorang pemodal yang ingin memutar uangnya di koperasi. Hal ini dimungkinkan, karena untuk membentuk koperasi, pasca reformasi, sangatlah mudah.

Sejatinya Koperasi dibentuk demi untuk kesejahteraan anggotanya. Sementara koperasi dibentuk demi keuntungan pemodal semata. Ibaratnya PT berbaju koperasi. Bahkan, tak jarang, mereka (para pemodal) itu rela membeli badan hukum Koperasi yang sudah tidak aktif lagi dengan nilai tak kurang dari puluhan juta rupiah.

Dukungan dari pemerintah dan berbagai lembaga lainnya membuat koperasi dapat tumbuh subur di tanah air. Akan tetapi perkembangan koperasi tidak senantiasa semulus apa yang diharapkan dan dibayangkan.

Gerakan koperasi pada saat ini bisa dikatakan makin meredup. Sebab, seperti yang dikatakan Budi Laksono (2007), pejabat pemerintah kehilangan jejak substansi filosofis pembangunan koperasi sebagai soko guru ekonomi. Selain itu, disebabkan pula oleh perubahan Departemen Koperasi menjadi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Sehingga, berimplikasi pada menurunnya perhatian pemerintah pada upaya menggerakkan koperasi yang digagas pendiri bangsa, Bung Hatta sebagai soko guru perekonomian. Karena itu, tak heran, jika Sri Edi Swasono pakar koperasi menilai bahwa, langkah-langkah yang dilakukan Kementrian Koperasi dan UKM salah arah dan hanya terfokus pada UKM. Padahal, lanjut Swasono, UKM lebih banyak dilakukan oleh individu-individu, sedangkan koperasi lebih mengedepankan kebersamaan.

Di samping itu, koperasi yang sudah makin meredup itu, diperparah lagi dengan konflik internal aktivis gerakan koperasi. Konflik yang sebenarnya sudah terjadi dua tahun lalu itu, diawali oleh kelompok aktivis gerakan koperasi ketika mendeklarasikan Dekopin tandingan. Deklarasi Dekopin itulah kemudian yang menyeret Kementrian Koperasi dan UKM untuk terlibat masuk ke arena konflik, karena dianggap telah menelurkan keputusan yang merugikan salah satu pihak yang bertikai. Menteri akhirnya digugat dan berperkara hukum dengan salah satu Dekopin yang dikembari. Tak urung, pembinaan koperasi di daerah makin kedodoran. Sebab, dewan koperasi yang semestinya menjadi payung koperasi-koperasi di daerah tidak lagi sempat memikirkan pengembangan dan pembinaan, karena lebih asyik bertikai dengan sesama aktivis Dekopin lain versi, yang sampai saat ini belum kunjung usai. Sehingga, akibat konflik itu, dana pembinaan koperasi dari APBN oleh Menteri Keuangan tidak dicairkan sebelum kasus pertikaian itu selesai.

            Program kredit usaha rakyat (KUR) juga, misalnya. Pemerintah menyertakan dana triliun rupiah untuk menjamin supaya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bisa mendapatkan kredit tanpa agunan. Walau disebut tanpa agunan, tidak semua UMKM terbiasa berhubungan dengan bank.

Program linkage pun demikian. Pemerintah malah hanya berperan sebagai mak comblang alias fasilitator yang merekomendasikan koperasi tertentu layak mendapatkan kucuran kredit dari perbankan. Lagi-lagi, perbankan lebih dipercaya dibandingkan dengan koperasi.

Tunggakan kredit usaha tani (KUT) memang menjadi pelajaran terburuk perkoperasian Indonesia. Namun, tidak semua koperasi kini buruk. Prinsipnya koperasi hanya bisa menjadi baik dan dipercaya kalau pengurusnya tidak neko-neko baik dalam perkataan maupun perbuatan. Pengawasan masuk-keluarnya uang pun harus transparan.

Syarat saya sebagai warga negara indonesia agar koperasi di Indonesia dapat tumbuh dan berkembang yaitu :
1.      Memperbaiki pengelolaan dengan lebih professional
Manusia sekarang memang kurang memahami apa arti manajemen itu sendiri, oleh karenanya hampir dalam segala aspek dan bidang terutama koperasi tidak dapat terorganisir antara pekerjaan yang satu dengan yang lain, serta kurang terorganisir juga hubungan antara atasan dengan anggota dibawahnya. Solusi yang tepat dalam menangani masalah ini adalah dengan cara lebih memerhatikan para anggota dalam melakukan segala tindak pekerjaannya, serta dengan cara memberikan penyuluhan secara rutin kepada anggota pada kurun waktu yang sama.

2.      Demokrasi ekonomi yang leluasa
Setiap koperasi seharusnya dapat secara leluasa memberikan pelayanan terhadap masyarakat, karena koperasi sangat membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat oleh segala jasa – jasa yang diberikan, tetapi hal tersebut sangat jauh dari apa yang kita pikirkan. Keleluasaan yang dilakukan oleh badan koperasi masih sangat minim, dapat dicontohkan bahwa KUD tidak dapat memberikan pinjaman terhadap masyarakat dalam memberikan pinjaman, untuk usaha masyarakat itu sendiri tanpa melalui persetujuan oleh tingkat kecamatan dll. Oleh karena itu seharusnya koperasi diberikan sedikit keleluasaan untuk memberikan pelayanan terhadap anggotanya secara lebih mudah, tanpa syarat yang sangat sulit.

3.      Kementrian koperasi harus bekerja dengan sangat agresif dan lintas sektoral
Karena untuk membangkitkan perkoperasian di Indonesia, padahal sesuai dengan undang-undang dasar  1945 perekonmian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.

4.      Kuatkan komitmen pemerintah untuk memberdayakan koperasi
Komitmen para pemegang otoritas di negara kita termasuk presiden, menteri, dan pimpinan lembaga tinggi negara untuk memberdayakan koperasi di semua sektor kegiatan ekonomi dan sosial. Secara kasat mata kita melihat adanya egosektoral dan ketidaksamaan persepsi tentang pentingnya wadah koperasi sebagai instrumen untuk mewujudkan demokrasi ekonomi di berbagai kementerian.

5.      Pemerintah harus lebih pro aktif
Melalui dinas dan organisasi terkait lebih pro aktif, jemput bola dan melakukan pembinaan serta pengawasan berkesinambungan, memotivasi pembinaan dan pemberdayaan koperasi yang membutuhkan sinergi dari sumberdaya yang dimiliki bagi pemberdayaan koperasi, sehingga koperasi sebagai soko guru ekonomi bukan sekedar isapan jempol belaka.

Sumber :